Kamis, 17 Oktober 2013

Kikien Kinanthi


... Ini menunjukkan bahwa gue teledor. Seperti menampar ke muka sendiri, karena gue sebelumnya mengkritik Nyonya karena dia teledor. Padahal pada kenyataannya, gue juga teledor. Artinya, memang manusia gak pernah luput dari yang namanya kekurangan. #Pusing2Amat

Yang paling bikin gw mikir adalah, kebiasaan saling menyalahkan sesama pasangan. Padahal orang yang paling mengerti kita di dunia ini, ya... Siapa lagi kalau bukan pasangan kita sendiri? Apalagi kayak gue, nyaris 11 tahun kami menikah, melewati entah berapa kali pertengkaran, masak masalah ATM aja bisa bikin heboh? Kan, nggak lucu. Kecuali itu bisa dijadikan cerita dan jadi duit, baru keren. Hehe... Bener juga, ya?

Gue selalu ingat satu hal, bahwa gue nggak akan begini tanpa istri gue (Kinanthi). Waktu gue kere dan pengen buktiin ke orangtua, bahwa gue bisa kok mandiri, orang yang paling ngerti gue ya Kinanthi. Kita hidup di ruangan 3 x 5 meter, dan bermimpi agar bisa punya rumah. Kalo inget kondisi saat itu, miris banget rasanya. Gue aja sampe malu sendiri ngakuin gue tinggal dimana. Tapi paling nggak, hal itu bisa jadi pelajaran buat siapa pun, bahwa gue dan Kinanthi udah pernah ngerasain yang namanya susah, dipandang remeh sama orang, macem-macemlah.

Gue inget salah satu teman dulu (ngakunya sih anak pensiunan bank ngetooobs) bercerita tentang pernikahannya yang menghabiskan biaya sekian juta. Hehe, pikir gue. Gue nikah dihadiri tangan kanan Presiden dan Gubernur anteng-anteng aja. Dia juga cerita kalo dibelikan rumah sama orangtuanya, dimodalin-lah. Pikir gue, gue udah dari zaman kuliah ditawarin mobil ama bokap, gue aja gak mau. Pokoknya kalo liat dia tengil gitu bawaannya pengen bejek2 aja (waktu itu, lho). Untung gue ditenangin sama Kinanthi.

Kinanthi selalu menerima gue apa adanya. Kalo dia minta ini dan minta itu ya wajarlah, namanya minta ke suami. Masak minta ke tetangga (bahayya, bahayya, bahayya). Dia menerima gue yang hidup miskin, terus ke sana ke mari pakek motor cicilan, buat nyari duit dengan nulis skenario. Cuma satu cita-cita gue waktu itu, membelikan dia rumah. Ya, hanya untuk dia. Satu hal yang sampai sekarang belum tercapai karena berbagai alasan.

Tapi yang namanya keberkahan itu ada saja. Karena do'a dari Ayah, Ibu, Papa dan Mama... Ternyata apa yang kami lakukan ini berbuah. Menjelang ulang tahun pernikahan ke-11 ini (masih lama sih, hehe), gue makin merasa bahwa, gak ada orang yang lebih ngerti gue selain Kinanthi. Gue mungkin tergoda dengan perempuan lain (secara pemikiran dan inspirasi), tapi kembali lagi gue hidup di dunia nyata. Mau kayak gimana cantiknya perempuan itu, yang sekarang ada di hati gue ya cuma... Kinanthi. Bukan sok membanggakan dia, cuma gak tau gue musti nyari yang model begini kemana lagi? Pasangan yang mau menerima gue tinggal di ruangan 3 x 5 meter, miskin, masak di kamar mandi, pokoknya kere, deh. Jadi sangat wajar dia mendapatkan hadiah, bahkan lebih dari sekedar rumah yang diimpikannya dulu.

Di sini saja, tanpa gue sadari Kinanthi sudah menjadi sosok yang dikagumi. Bayangin aja lebaran kemaren murid-muridnya datang ke rumah dan sungkem. Salut! Itu yang membuat gue melepaskan kesombongan yang gue punya dan memilih kesederhanaan yang ditularkan Kinanthi. Dan ternyata, bokap sama nyokap sudah merasa nyaman dengan dia. Makin tenanglah hidup gue, karena buat apa punya istri cantik tapi gak cocok sama keluarga? (pelajaran buat yang mau merit). Artinya, kalo kita orang kampung, carilah cewek kota yang respek ke kampung. Bukan cewek kota yang berasa najis kalo lihat orang kampung.

Yang gue gak habis pikir, kok bisa, ya? Ada perempuan yang dulu jadi rebutan di kampus, yang masuk kategori cewek pandai di fakultasnya, mau merit sama cowok kurus yang gayanya tengil minta ampun? Hehe... Ngaku. Cowok yang ngomongnya udah kayak calon konglomerat papan atas di republik ini, yang seakan-akan bisa menaklukkan semua masalah. Kok bisa?

Kata dia sih simpel, karena YAKIN. Satu hal yang sampe sekarang gue nggak ngerti, ternyata modal yakin itu doang, semuanya perlahan-lahan terwujud.

Maka jangan salah, kalo di sini Kinanthi lebih disegani dibanding gue. Yang lebih miris lagi, bokap sama nyokap gue lebih sayang ke dia ketimbang ke gue.

Terus siapa dong yang sayang sama gue? Siapa? SIAPA? Hiks, hiks, hiks...

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar